http://azharjaafar.blogspot.com/Fisik Rosulullah Muhammad SAW
Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin
Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai
pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda
memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku
ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang
dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:
Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa
diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya,
tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek,
dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang,
dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya
luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila
baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung,
kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah
matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya
putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus,
tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap,
rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua
bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan
pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan
perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan
di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya
lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal
berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak
menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut
serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar
daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak
seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan
perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah
atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke
bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada
melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan
terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya,
selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.
Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku:
Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu
bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat
panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya,
memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva,
kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak
berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu
kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil,
tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada
seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran
dihinakan sehingga dia dapat membelanya.
Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana
sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi
apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang
dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya.
Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk
kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak
tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya,
dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak
tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda
marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan
bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah
dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun
yang dingin.
Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku
lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali,
dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang
apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali
bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda,
tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah
SAW itu.
Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang
masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya
bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di
dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk
Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi
untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu
terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya
itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada
seorang pun dibedakan dari yang lain.
Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan
perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya,
dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada
yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka
baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang
berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum,
coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang
patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula:
"Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir.
Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat
menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan
orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang
penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari
kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk
maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang
berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan
berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah
mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai
orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.
Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya
di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika
di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada
kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka,
dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua
setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang
layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda
senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka
selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu
menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu
bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang
baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.
Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak
banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka
lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah
meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa
mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang
dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi
nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk
berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.
Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi
SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk
dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda
berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang
tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang
tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah
baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat
seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya
kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada
di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan
lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu
keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan
penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pernah menghampakan orang yang meminta daripadanya
sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada
dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya.
Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda
dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya
semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya
semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah
terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang
dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali
dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang
muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan,
yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan
Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama
dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya,
pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau
bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak
kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa
yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap
kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam
perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang
dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan
tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan
menghasilkan pahala.
Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya
memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di
atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula
berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu
basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa
bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka
merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang
seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu
daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para
sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap
menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang
perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!".
Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya,
dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk
berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun
sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara,
atau baginda menjauh dari tempat itu.
Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya,
bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung
kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun,
kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia,
dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana
persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun
tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan
terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran.
Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun
menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat
berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik
dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang
berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang
lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat
oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk
maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat
buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.
(Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275)