http://azharjaafar.blogspot.com/Fisik Rosulullah Muhammad SAW
Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin
Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai
pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda
memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku
ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang
dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:
Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa
diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya,
tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek,
dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang,
dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya
luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila
baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung,
kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah
matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya
putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus,
tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap,
rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua
bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan
pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan
perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan
di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya
lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal
berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak
menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut
serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar
daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak
seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan
perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah
atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke
bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada
melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan
terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya,
selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.
Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku:
Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu
bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat
panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya,
memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva,
kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak
berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu
kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil,
tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada
seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran
dihinakan sehingga dia dapat membelanya.
Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana
sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi
apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang
dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya.
Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk
kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak
tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya,
dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak
tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda
marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan
bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah
dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun
yang dingin.
Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku
lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali,
dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang
apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali
bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda,
tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah
SAW itu.
Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang
masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya
bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di
dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk
Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi
untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu
terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya
itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada
seorang pun dibedakan dari yang lain.
Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan
perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya,
dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada
yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka
baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang
berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum,
coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang
patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula:
"Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir.
Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat
menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan
orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang
penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari
kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk
maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang
berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan
berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah
mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai
orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.
Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya
di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika
di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada
kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka,
dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua
setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang
layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda
senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka
selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu
menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu
bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang
baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.
Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak
banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka
lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah
meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa
mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang
dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi
nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk
berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.
Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi
SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk
dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda
berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang
tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang
tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah
baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat
seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya
kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada
di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan
lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu
keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan
penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pernah menghampakan orang yang meminta daripadanya
sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada
dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya.
Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda
dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya
semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya
semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah
terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang
dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali
dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang
muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan,
yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan
Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama
dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya,
pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau
bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak
kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa
yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap
kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam
perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang
dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan
tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan
menghasilkan pahala.
Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya
memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di
atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula
berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu
basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa
bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka
merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang
seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu
daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para
sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap
menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang
perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!".
Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya,
dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk
berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun
sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara,
atau baginda menjauh dari tempat itu.
Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya,
bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung
kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun,
kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia,
dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana
persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun
tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan
terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran.
Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun
menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat
berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik
dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang
berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang
lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat
oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk
maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat
buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.
(Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275)
Selasa, 29 Januari 2013
Senin, 28 Januari 2013
Latihan Soal UN Bahasa Inggris Jurusan Keagamaan
Text I
Two new species of dinosaurs, one a quick – moving meat-eater and the other a giant-plant eater, have been discovered in Antarctica. The 70 million year-old fossil of the carnivore would have rested for millenniums at the bottom of the Antarctica Sea, while the remains of the 30 meter long eater were found on the top of a mountain.
The little carnivore about 1.8 meters tall was found on James Ross Island, of the coast of the Antarctic Peninsula.
Not yet named, the animal probably floated out to the sea after it died and settled to the bottom of what was then a shallow area of the Weddell Sea. Its bones and teeth suggest it may represent a population of two – legged carnivores that survived in the Antarctic long after other predators took over elsewhere on the globe. “For whatever reason, they were still hanging out on the Antarctic continent.” Case said in a statement.
A second team led by William Hammer of Augustuna College in Rock Island, Illinois, found the 200 million year old plant eater’s fossil’s on a mountaintop 13,000 feet (3,900 meters) high near the Beard more Glacier Now known as Mt. Kirk Patrick, the area was once a soft riverbed.
1. The article informs us about _________.
(A) two species of dinosaurs
(B) the newest discovery in Antarctica
(C) the two kinds of new dinosaurs
(D) the discovery of two species of dinosaurs in Antarctica
(E) a team of researchers was funded by the National Science Foundation
2. The main idea of the first paragraph is _________.
(A) The two species of dinosaurs are carnivores and herbivores
(B) The two species were funded by the National Science Foundation
(C) The two species are a quick moving meat-eater and a giant plant – eater
(D) The two species of dinosaurs were floating at the bottom of the Weddell Sea
(E) Two new species of dinosaurs have been discovered in Antarctica
3. The following information is about the giant plant eater dinosaur, EXCEPT _________.
(A) It is 30 meters long
(B) It is 200 million years old
(C) It is 1.8 meters tall
(D) It is found on the top of a mountain
(E) It is found by William Hammer
4. “It is bones and teeth suggest it may represent population of two legged carnivores that survived in the Antarctic ….” (Paragraph 4).
The underlined word means _________.
(A) show
(B) explain
(C) inform
(D) portray
(E) symbolize
Text II
The world’s economic and political landscape …(5)… radical transportation since the movement was born at a summit meeting on September 1st, 1960 in Belgrade, the capital of what was then Yugoslavia.
In the cold war climate of those days, leaders of the 25 developing countries all African and Asian with he exception of Yugoslavia and Cyprus agreed …(6)… a strategy of political …(7)… or non alignment with regard to the two major political blocks …(8)… by the Soviet Union (now Russia) and the United States.
5. (A) undergo
(B) underwent
(C) have undergone
(D) had undergone
(E) has undergone
6. (A) to adopt
(B) adopted
(C) adopting
(D) adopts
(E) to be adopted
7. (A) neutrality
(B) neutral
(C) neutralization
(D) neutralize
(E) neutral
8. (A) submitted
(B) steered
(C) staved
(D) led
(E) injected
9. "Have the boys eaten their breakfast?" "Not yet, they _________."
(A) have taken a bath
(B) will take a bath
(C) were taking a bath
(D) are still taking a bath
(E) have been taken a bath
10. “How long has Mr. Richard been the lecturer of our University?”
"Since I _________ this University."
(A) entered
(B) have been entering
(C) have entered
(D) was entered
(E) am entering
Two new species of dinosaurs, one a quick – moving meat-eater and the other a giant-plant eater, have been discovered in Antarctica. The 70 million year-old fossil of the carnivore would have rested for millenniums at the bottom of the Antarctica Sea, while the remains of the 30 meter long eater were found on the top of a mountain.
The little carnivore about 1.8 meters tall was found on James Ross Island, of the coast of the Antarctic Peninsula.
Not yet named, the animal probably floated out to the sea after it died and settled to the bottom of what was then a shallow area of the Weddell Sea. Its bones and teeth suggest it may represent a population of two – legged carnivores that survived in the Antarctic long after other predators took over elsewhere on the globe. “For whatever reason, they were still hanging out on the Antarctic continent.” Case said in a statement.
A second team led by William Hammer of Augustuna College in Rock Island, Illinois, found the 200 million year old plant eater’s fossil’s on a mountaintop 13,000 feet (3,900 meters) high near the Beard more Glacier Now known as Mt. Kirk Patrick, the area was once a soft riverbed.
1. The article informs us about _________.
(A) two species of dinosaurs
(B) the newest discovery in Antarctica
(C) the two kinds of new dinosaurs
(D) the discovery of two species of dinosaurs in Antarctica
(E) a team of researchers was funded by the National Science Foundation
2. The main idea of the first paragraph is _________.
(A) The two species of dinosaurs are carnivores and herbivores
(B) The two species were funded by the National Science Foundation
(C) The two species are a quick moving meat-eater and a giant plant – eater
(D) The two species of dinosaurs were floating at the bottom of the Weddell Sea
(E) Two new species of dinosaurs have been discovered in Antarctica
3. The following information is about the giant plant eater dinosaur, EXCEPT _________.
(A) It is 30 meters long
(B) It is 200 million years old
(C) It is 1.8 meters tall
(D) It is found on the top of a mountain
(E) It is found by William Hammer
4. “It is bones and teeth suggest it may represent population of two legged carnivores that survived in the Antarctic ….” (Paragraph 4).
The underlined word means _________.
(A) show
(B) explain
(C) inform
(D) portray
(E) symbolize
Text II
The world’s economic and political landscape …(5)… radical transportation since the movement was born at a summit meeting on September 1st, 1960 in Belgrade, the capital of what was then Yugoslavia.
In the cold war climate of those days, leaders of the 25 developing countries all African and Asian with he exception of Yugoslavia and Cyprus agreed …(6)… a strategy of political …(7)… or non alignment with regard to the two major political blocks …(8)… by the Soviet Union (now Russia) and the United States.
5. (A) undergo
(B) underwent
(C) have undergone
(D) had undergone
(E) has undergone
6. (A) to adopt
(B) adopted
(C) adopting
(D) adopts
(E) to be adopted
7. (A) neutrality
(B) neutral
(C) neutralization
(D) neutralize
(E) neutral
8. (A) submitted
(B) steered
(C) staved
(D) led
(E) injected
9. "Have the boys eaten their breakfast?" "Not yet, they _________."
(A) have taken a bath
(B) will take a bath
(C) were taking a bath
(D) are still taking a bath
(E) have been taken a bath
10. “How long has Mr. Richard been the lecturer of our University?”
"Since I _________ this University."
(A) entered
(B) have been entering
(C) have entered
(D) was entered
(E) am entering
Minggu, 27 Januari 2013
KEWAJIBAN ANAK TERHADAP ORANG TUA
1. Menghayati Tugas Orang
Tua
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’.” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” (QS. Al-Israa’: 24)
Pada ketiga ayat di atas, Allah memaparkan
perjalanan orang tua, khususnya ibu, dalam mengarungi kehidupan anak sejak masih janin sampai dengan anak melangkah dewasa. Pengalaman-pengalaman pahit yang diderita seorang ibu tidak dapat digantikan oleh pihak lain, namun sang ibu tetap dengan penuh kesadaran dan kesungguhan menerimanya secara ikhlas mengarungi penderitaan demi penderitaan, kesulitan demi kesulitan, kepayahan demi kepayahan, untuk menjadikan anaknya dapat mencapai tingkat pertumbuhan fisik, mental maupun intelektual, menuju pada tingkat kesempurnaan sebagai manusia yang sanggup menempuh dunia ini secara layak.
Jadi, pada prinsipnya, yang harus kita sadari ialah bahwa segala pengorbanan orang tua kita sama sekali tidak pernah dapat diganti dan diimbangi dengan berapapun materi yang kita miliki. Kita tidak dapat membalas pengorbanannya sampai kapanpun. Sebaliknya, orang tua kita merasa cukup dirinya terbalas jika anak berbakti kepadanya dan hidup di jalan yang benar.
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’.” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” (QS. Al-Israa’: 24)
Pada ketiga ayat di atas, Allah memaparkan
perjalanan orang tua, khususnya ibu, dalam mengarungi kehidupan anak sejak masih janin sampai dengan anak melangkah dewasa. Pengalaman-pengalaman pahit yang diderita seorang ibu tidak dapat digantikan oleh pihak lain, namun sang ibu tetap dengan penuh kesadaran dan kesungguhan menerimanya secara ikhlas mengarungi penderitaan demi penderitaan, kesulitan demi kesulitan, kepayahan demi kepayahan, untuk menjadikan anaknya dapat mencapai tingkat pertumbuhan fisik, mental maupun intelektual, menuju pada tingkat kesempurnaan sebagai manusia yang sanggup menempuh dunia ini secara layak.
Jadi, pada prinsipnya, yang harus kita sadari ialah bahwa segala pengorbanan orang tua kita sama sekali tidak pernah dapat diganti dan diimbangi dengan berapapun materi yang kita miliki. Kita tidak dapat membalas pengorbanannya sampai kapanpun. Sebaliknya, orang tua kita merasa cukup dirinya terbalas jika anak berbakti kepadanya dan hidup di jalan yang benar.
2. Hormat dalam Ucapan dan
Perbuatan
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Israa’: 23)
Ayat di atas dengan tegas menetapkan suatu tanggung jawab anak terhadap kedua orang tuanya yang masih hidup, baik serumah dengan mereka atau telah berpisah. Jika dalam keseharian anak bersama dengan orang tuanya, maka anak dengan sungguh-sungguh berkewajiban menunjukkan sikap hormat dan mengucapkan kata-kata yang menyatakan rasa memuliakan mereka. Pada ayat ini dengan tegas Allah menggunakan kata-kata: “Tuhanmu telah menetapkan”, bukan hanya berupa kata-kata: “Berbuatlah baik kamu kepada orang tuamu”. Dengan adanya penegasan “Tuhanmu telah menetapkan”, maka keharusan anak untuk bersikap hormat dan berbakti kepada kedua orang tuanya merupakan suatu kewajiban agama secara mutlak.
Selain itu, ayat di atas telah menetapkan adanya beberapa kewajiban anak terhadap orang tua. Pertama, kewajiban berlaku baik. Kedua, anak dilarang mengucapkan kata-kata yang berkonotasi atau mempunyai arti merendahkan orang tua. Ketiga, anak dilarang menghardik orangtua.
Jadi, kapanpun dalam keadaan bagaimanapun anak wajib menghormati orang tuanya baik dalam ucapan dan perbuatan.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Israa’: 23)
Ayat di atas dengan tegas menetapkan suatu tanggung jawab anak terhadap kedua orang tuanya yang masih hidup, baik serumah dengan mereka atau telah berpisah. Jika dalam keseharian anak bersama dengan orang tuanya, maka anak dengan sungguh-sungguh berkewajiban menunjukkan sikap hormat dan mengucapkan kata-kata yang menyatakan rasa memuliakan mereka. Pada ayat ini dengan tegas Allah menggunakan kata-kata: “Tuhanmu telah menetapkan”, bukan hanya berupa kata-kata: “Berbuatlah baik kamu kepada orang tuamu”. Dengan adanya penegasan “Tuhanmu telah menetapkan”, maka keharusan anak untuk bersikap hormat dan berbakti kepada kedua orang tuanya merupakan suatu kewajiban agama secara mutlak.
Selain itu, ayat di atas telah menetapkan adanya beberapa kewajiban anak terhadap orang tua. Pertama, kewajiban berlaku baik. Kedua, anak dilarang mengucapkan kata-kata yang berkonotasi atau mempunyai arti merendahkan orang tua. Ketiga, anak dilarang menghardik orangtua.
Jadi, kapanpun dalam keadaan bagaimanapun anak wajib menghormati orang tuanya baik dalam ucapan dan perbuatan.
3. Menundukkan Diri di
Hadapan Orang Tua
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan …” (QS. Al-Israa’: 24)
Ayat ini secara rinci mengupas tentang pengertian dan pemahaman yang benar mengenai sikap anak dalam bertatap muka dengan orang tua.
Dalam beberapa riwayat disebutkan mengenai sikap Fathimah, putri Rasulullah saw terhadap Rasulullah saw pada saat berkunjung ke rumahnya. Ketika Fathimah menyambutnya, jika ia sedang duduk, maka ia segera berdiri menyambut kedatangan ayahandanya itu, lalu ia dudukkan Rasulullah saw di tempat duduknya, kemudian Fathimah membungkukkan badan, mencium kedua lutut Rasulullah saw. Dalam menghadapi sikap Fathimah yang demikian itu, Rasulullah saw sendiri tidak melarangnya, bahkan beliau menyambutnya dengan mencium dahi Fathimah.
Jadi, menundukkan diri di hadapan orang tua merupakan kewajiban anak yang tidak boleh diabaikan. Mengabaikan hal tersebut berarti dosa dan durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan …” (QS. Al-Israa’: 24)
Ayat ini secara rinci mengupas tentang pengertian dan pemahaman yang benar mengenai sikap anak dalam bertatap muka dengan orang tua.
Dalam beberapa riwayat disebutkan mengenai sikap Fathimah, putri Rasulullah saw terhadap Rasulullah saw pada saat berkunjung ke rumahnya. Ketika Fathimah menyambutnya, jika ia sedang duduk, maka ia segera berdiri menyambut kedatangan ayahandanya itu, lalu ia dudukkan Rasulullah saw di tempat duduknya, kemudian Fathimah membungkukkan badan, mencium kedua lutut Rasulullah saw. Dalam menghadapi sikap Fathimah yang demikian itu, Rasulullah saw sendiri tidak melarangnya, bahkan beliau menyambutnya dengan mencium dahi Fathimah.
Jadi, menundukkan diri di hadapan orang tua merupakan kewajiban anak yang tidak boleh diabaikan. Mengabaikan hal tersebut berarti dosa dan durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.
4. Menjaga Kehormatan
Orang Tua
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda: “Termasuk golongan dosa besar ialah perbuatan seseorang yang memaki ibu bapaknya.” Lalu mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang itu memaki ibu bapaknya?” Sabdanya: “Yaitu seseorang memaki ayah orang lain, lalu orang lain itu membalas memaki ayah orang tersebut; dan ia mencaci ibunya, lalu ia balas mencaci ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan menjaga kehormatan orang tua ialah menjaga kehormatan dan martabat orang tua dalam lingkungan pergaulan di tengah masyarakat. Ini merupakan kewajiban anak terhadap orang tuanya, baik ketika berhadapan dengan orang tuanya ataupun dalam pergaulan dengan teman-temannya sehari-hari.
Dalam pergaulannya sehari-hari, anak wajib menjaga martabat dan kehormatan orang tuanya. Ia tidak boleh merendahkan martabat orang tuanya secara tidak langsung. Karena itu, kehormatan orang tua tidak boleh dijadikan bahan olok-olokan, baik dilakukan secara serius maupun sekedar bermain-main. Dalam menghormati ibu bapaknya, seorang anak harus menempatkan mereka di atas kehormatan dirinya sendiri. Jika anak berhadapan dengan ibu bapaknya, maka hendaklah ia mendudukkan sang ibu dan bapaknya lebih dulu sebelum ia sendiri duduk. Jika anak hendak berdiri untuk berjalan lewat depan orang tuanya, maka hendaklah ia tidak berjalan dengan membusungkan dada dan dengan derap langkah kesombongan. Walaupun posisi anak lebih tinggi daripada orang tuanya, anak tetap harus mengakui orang tuanya, ia tidak boleh merasa malu dengan tidak mengakuinya.
Jika dalam penegakan keadilan atau hukum yang benar, di sini tak dipandang dari sudut martabat dan kehormatan orang tua. Karena dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, tanggung jawab utama kita adalah kepada Allah SWT. Dalam hal bertanggung jawab kepada Allah ini, kita wajib mendahulukan hak Allah daripada hak manusia.
Dengan kata lain, bagaimanapun kondisi orang tua kita, kita wajib menjunjung tinggi martabatnya di mana dan kapan pun kita berada.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda: “Termasuk golongan dosa besar ialah perbuatan seseorang yang memaki ibu bapaknya.” Lalu mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang itu memaki ibu bapaknya?” Sabdanya: “Yaitu seseorang memaki ayah orang lain, lalu orang lain itu membalas memaki ayah orang tersebut; dan ia mencaci ibunya, lalu ia balas mencaci ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan menjaga kehormatan orang tua ialah menjaga kehormatan dan martabat orang tua dalam lingkungan pergaulan di tengah masyarakat. Ini merupakan kewajiban anak terhadap orang tuanya, baik ketika berhadapan dengan orang tuanya ataupun dalam pergaulan dengan teman-temannya sehari-hari.
Dalam pergaulannya sehari-hari, anak wajib menjaga martabat dan kehormatan orang tuanya. Ia tidak boleh merendahkan martabat orang tuanya secara tidak langsung. Karena itu, kehormatan orang tua tidak boleh dijadikan bahan olok-olokan, baik dilakukan secara serius maupun sekedar bermain-main. Dalam menghormati ibu bapaknya, seorang anak harus menempatkan mereka di atas kehormatan dirinya sendiri. Jika anak berhadapan dengan ibu bapaknya, maka hendaklah ia mendudukkan sang ibu dan bapaknya lebih dulu sebelum ia sendiri duduk. Jika anak hendak berdiri untuk berjalan lewat depan orang tuanya, maka hendaklah ia tidak berjalan dengan membusungkan dada dan dengan derap langkah kesombongan. Walaupun posisi anak lebih tinggi daripada orang tuanya, anak tetap harus mengakui orang tuanya, ia tidak boleh merasa malu dengan tidak mengakuinya.
Jika dalam penegakan keadilan atau hukum yang benar, di sini tak dipandang dari sudut martabat dan kehormatan orang tua. Karena dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, tanggung jawab utama kita adalah kepada Allah SWT. Dalam hal bertanggung jawab kepada Allah ini, kita wajib mendahulukan hak Allah daripada hak manusia.
Dengan kata lain, bagaimanapun kondisi orang tua kita, kita wajib menjunjung tinggi martabatnya di mana dan kapan pun kita berada.
5. Mengutamakan
Kepentingan Orang Tua daripada Kepentingan Masyarakat
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw, lalu ia berkata: “Saya berbai’at kepada Tuan untuk hijrah dan berjihad mencari pahala dari sisi Allah Ta’ala.” Lalu Nabi saw bertanya: “Apakah engkau mempunyai orang tua yang masih hidup?” Jawabnya: “Masih, bahkan kedua-duanya.” Lalu Nabi saw bertanya: “Apakah kamu mau pahala dari sisi Allah?” Jawabnya: “Ya.” Lalu beliau bersabda: “Pulanglah kepada ibu bapakmu dan santunilah kedunya dengan baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kasus yang terjadi dalam riwayat di atas member kejelasan kepada kita bagaimana cara yang ditetapkan Islam jika anak menghadapi dua kepentingan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, antara kepentingan orang tua dan kepentingan umum. Penegasan Rasulullah saw pada bagian akhir Hadits di atas adalah perintah kepada anak agar pulang kepada ibu bapaknya untuk menyantuni kepentingan mereka dengan sebaik-baiknya dan tidak meninggalkan mereka untuk berjihad dan berhijrah. Ini berarti dalam pandangan Islam, kepentingan orang tua terletak di atas kepentingan masyarakat. Karena itu, tidak ada alasan bagi anak untuk berdalih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan ibu bapaknya yang menuntut pengabdian anak dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Jadi, apabila terjadi perbenturan kepentingan antara kepentingan orang tua dengan masyarakat, maka anak harus mendahulukan kepentingan orang tuanya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw, lalu ia berkata: “Saya berbai’at kepada Tuan untuk hijrah dan berjihad mencari pahala dari sisi Allah Ta’ala.” Lalu Nabi saw bertanya: “Apakah engkau mempunyai orang tua yang masih hidup?” Jawabnya: “Masih, bahkan kedua-duanya.” Lalu Nabi saw bertanya: “Apakah kamu mau pahala dari sisi Allah?” Jawabnya: “Ya.” Lalu beliau bersabda: “Pulanglah kepada ibu bapakmu dan santunilah kedunya dengan baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kasus yang terjadi dalam riwayat di atas member kejelasan kepada kita bagaimana cara yang ditetapkan Islam jika anak menghadapi dua kepentingan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, antara kepentingan orang tua dan kepentingan umum. Penegasan Rasulullah saw pada bagian akhir Hadits di atas adalah perintah kepada anak agar pulang kepada ibu bapaknya untuk menyantuni kepentingan mereka dengan sebaik-baiknya dan tidak meninggalkan mereka untuk berjihad dan berhijrah. Ini berarti dalam pandangan Islam, kepentingan orang tua terletak di atas kepentingan masyarakat. Karena itu, tidak ada alasan bagi anak untuk berdalih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan ibu bapaknya yang menuntut pengabdian anak dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Jadi, apabila terjadi perbenturan kepentingan antara kepentingan orang tua dengan masyarakat, maka anak harus mendahulukan kepentingan orang tuanya.
6. Mengutamakan
Kepentingan Ibu daripada Kepentingan Ayah
“Tangan orang yang memberi adalah
lebih tinggi, karena itu mulailah dari orang yang engkau tanggung: ibumu,
bapakmu, kemudian saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, kemudian orang yang
masi dekat denganmu, lalu orang berikutnya yang masih dekat denganmu pula.”
(HR. Nasa’i)
Di dalam Hadits di atas disebutkan dengan tegas bahwa kepentingan ibu harus didahulukan daripada kepentingan bapak. Karena itu, bila seorang anak pada saat yang sama menghadapi permintaan orang tuanya dan ia hanya mampu mengabulkan salah satunya saja, maka anak wajib mendahulukan kepentingan ibunya. Penetapan hokum semacam ini oleh para ahli ushul fiqih disebut berdasarkan dhilalatul isyarah.
Mungkin saja orang akan menolak cara penetapan hokum berdasarkan dhilalatul isyarah, karena hal itu dipandang sebagai hal yang bertentangan dengan ayat lain yang tidak membedakan antara hak ibu dan hak ayah dalam memperoleh ketaatan dan perlakuan baik anak-anaknya. Terhadap pendapat ini dapat kita jelaskan bahwa karena ayat tersebut sifatnya umum, maka adanya uraian rinci pada QS. Al-Ahqaaf : 15 tidaklah bertentangan, tetapi justru member gambaran yang jelas pada ayat yang masih umum di atas.
Jadi, mendahulukan kepentingan ibu daripada ayah tetap merupakan kewajiban anak terhadap orang tua.
Di dalam Hadits di atas disebutkan dengan tegas bahwa kepentingan ibu harus didahulukan daripada kepentingan bapak. Karena itu, bila seorang anak pada saat yang sama menghadapi permintaan orang tuanya dan ia hanya mampu mengabulkan salah satunya saja, maka anak wajib mendahulukan kepentingan ibunya. Penetapan hokum semacam ini oleh para ahli ushul fiqih disebut berdasarkan dhilalatul isyarah.
Mungkin saja orang akan menolak cara penetapan hokum berdasarkan dhilalatul isyarah, karena hal itu dipandang sebagai hal yang bertentangan dengan ayat lain yang tidak membedakan antara hak ibu dan hak ayah dalam memperoleh ketaatan dan perlakuan baik anak-anaknya. Terhadap pendapat ini dapat kita jelaskan bahwa karena ayat tersebut sifatnya umum, maka adanya uraian rinci pada QS. Al-Ahqaaf : 15 tidaklah bertentangan, tetapi justru member gambaran yang jelas pada ayat yang masih umum di atas.
Jadi, mendahulukan kepentingan ibu daripada ayah tetap merupakan kewajiban anak terhadap orang tua.
7. Menghormati Agama Orang
Tua
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS. Luqman: 15)
Ayat ini dengan tegas memerintahkan anak menghormati kedua orang tuanya yang bukan Muslim walaupun orang tua selalu dan terus berusaha mengajak anak pindah ke agamanya yang tidak benar. Ayat ini pun menegaskan agar anak tetap berpegang teguh pada Islam dan tidak mengikuti ajaran orang tuanya yang sesat. Anak diperintah oleh Allah mengambil garis tegas antara perbedaan keyakinan agamanya dengan orang tuanya dan tetap menjalankan kewajiban menghormati mereka.
Ayat ini dengan tegas memerintahkan anak menghormati kedua orang tuanya yang bukan Muslim walaupun orang tua selalu dan terus berusaha mengajak anak pindah ke agamanya yang tidak benar. Ayat ini pun menegaskan agar anak tetap berpegang teguh pada Islam dan tidak mengikuti ajaran orang tuanya yang sesat. Anak diperintah oleh Allah mengambil garis tegas antara perbedaan keyakinan agamanya dengan orang tuanya dan tetap menjalankan kewajiban menghormati mereka.
Kamis, 17 Januari 2013
Debat Kelas XII Keagamaan 1
Apakah saat ini kita di uji atau di azab?
pada dasarnya saat ini kita di uji. karena kita dibekali dengan adanya akal dan nafsu, yang dari keduanya tersebut kita bisa memilih atau mengetahui mana yang baik dan buruk.
inti:
SEGALA SESUATU YANG MEMBUAT KITA SEMAKIN JAUH DENGAN ALLAAH = AZAB
SEGALA SESUATU YANG MEMBUAT KITA SEMAKIN DEKAT DENGAN ALLAAH = UJIAN
*Debat with Ust. Heri
wallaahu a'lamu bishshowaab.
pada dasarnya saat ini kita di uji. karena kita dibekali dengan adanya akal dan nafsu, yang dari keduanya tersebut kita bisa memilih atau mengetahui mana yang baik dan buruk.
inti:
SEGALA SESUATU YANG MEMBUAT KITA SEMAKIN JAUH DENGAN ALLAAH = AZAB
SEGALA SESUATU YANG MEMBUAT KITA SEMAKIN DEKAT DENGAN ALLAAH = UJIAN
*Debat with Ust. Heri
wallaahu a'lamu bishshowaab.
Kamis, 03 Januari 2013
QS Al-A'raf: 16-17
Bismillaah...
"cara iblis menggoda manusia"
Iblis akan mendatangi manusia dari segala penjuru. Seperti dlm firman ALLAH QS Al-A'raf:16-17 yg artinya:
"iblis menjawab: 'karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar2 akan (menghalang-halangi) mereka (manusia) dari jalan Engkau yg lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari depan & belakang mereka, dari kanan & kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at)'.
Ibnu Abbas menafsirkan ayat tsb sbg berikut:
'...dari arah depan...' yakni 'aku akan membuat mereka ragu thd akhiratnya'
'...belakang...' yakni 'aku buat mereka mencintai dunia mereka'
'...kanan...' yakni 'aku akan memberikan pemikiran rancu thd agama mereka'
'...dan dari kiri mereka' yakni 'aku akan membuat mereka menyukai maksiat'.
Diantara yg banyak trdapat di al-Qur'an adlh ungkapan bahwasanya manusia merupakan makhluk yg sulit berterima kasih/ bersyukur. & ini adlh bukti pekerjaan syaitan.
-pengertian syaithan-
Al-syaithan mnurut pngertian hakiki adlh makhluk Allaah. Sedang pengetian maknawinya adlh suatu sifat/ watak yg jauh dr kebaikan & berlawanan dgn wahyu/ ajaran Tuhan. Sifat ini bs ditemukan pd diri manusia & jin. Sbgmna sabda Rasulullaah kpd Abu Dzarr, "wahai abu dzarr! Berlindunglah kamu dr setan2 manusia & jin". Lalu Abu Dzarr bertanya, "apakah manusia memiliki setan2?" Rasulullaah menjawab, "Ya".
Sumber: Facebook of Maria Ulfa Rohmati (Rahma160496@yahoo.com)
"cara iblis menggoda manusia"
Iblis akan mendatangi manusia dari segala penjuru. Seperti dlm firman ALLAH QS Al-A'raf:16-17 yg artinya:
"iblis menjawab: 'karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar2 akan (menghalang-halangi) mereka (manusia) dari jalan Engkau yg lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari depan & belakang mereka, dari kanan & kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at)'.
Ibnu Abbas menafsirkan ayat tsb sbg berikut:
'...dari arah depan...' yakni 'aku akan membuat mereka ragu thd akhiratnya'
'...belakang...' yakni 'aku buat mereka mencintai dunia mereka'
'...kanan...' yakni 'aku akan memberikan pemikiran rancu thd agama mereka'
'...dan dari kiri mereka' yakni 'aku akan membuat mereka menyukai maksiat'.
Diantara yg banyak trdapat di al-Qur'an adlh ungkapan bahwasanya manusia merupakan makhluk yg sulit berterima kasih/ bersyukur. & ini adlh bukti pekerjaan syaitan.
-pengertian syaithan-
Al-syaithan mnurut pngertian hakiki adlh makhluk Allaah. Sedang pengetian maknawinya adlh suatu sifat/ watak yg jauh dr kebaikan & berlawanan dgn wahyu/ ajaran Tuhan. Sifat ini bs ditemukan pd diri manusia & jin. Sbgmna sabda Rasulullaah kpd Abu Dzarr, "wahai abu dzarr! Berlindunglah kamu dr setan2 manusia & jin". Lalu Abu Dzarr bertanya, "apakah manusia memiliki setan2?" Rasulullaah menjawab, "Ya".
Sumber: Facebook of Maria Ulfa Rohmati (Rahma160496@yahoo.com)
Langganan:
Postingan (Atom)